Memulai, hal ini
yang bagiku terasa begitu sulit untuk dilakukan. Bahkan aku mulai kehilangan
apa yang seharusnya aku miliki. Dan itu semua terjadi karena aku takut, takut
untuk memulai. Kala itu dia sudah memberikan tanda bahwa dia hendak menyerahkan
separuh jiwanya untuk ku simpan, tapi aku abai, aku tak mau tahu dan peduli akan tanda itu. Hingga
akhirnya dia pergi, menyerahkan separuh jiwanya untuk bunga yang lain, bunga
yang lebih berwarna.
Aku sedikit
kecewa, itu karena aku tak pernah bisa memulai. memulai untuk menerimanya,
memulai untuk mencintainya, dan memulai untuk memberikan ruang di hati. Semua
terasa begitu cepat, bahkan tak sampai dua helaan nafas, dia pergi. Dan aku tak
mampu lagi mengejar derap langkahnya yang begitu cepat. Hingga hilanglah semua.
Kesempatan yang
kulayangkan padanya tak pernah sampai, entah karena dia yang tak mampu
menerimanya atau hanya perasaanku saja. Aku memiliki segenggam kesempatan,
tetapi aku tak berani menggenggam kuat-kuat kesempatan itu. Bahkan dengan
sengaja, kutikam dan kubuang kesempatan itu. Bukan berarti aku tak suka, bukan.
Itu karena dia, Ya, aku mencintainya.
‘Bukankah aku
sudah menunjukannya? Masih kurangkah semua sikapku padamu untuk menunjukkannya?
Menunjukkan bahwa aku mencintaimu’
Dia tak pernah
mengerti, bahwa jawabanku iya. Bahkan dengan mudahnya dia membawa diri pada
bunga lain, bunga yang lebih berwarna. Aku ingin menunjukkan bentuk
penjagaanku, aku ingin menunjukkannya padanya bahwa ini belum waktunya. Namun,
dia terlalu tergesa, terlalu terburu-buru. Aku ingin melihat apakah dia
benar-benar mengerti, apakah dia benar-benar tetap menungguku. Tapi apalah arti
keinginanku. Dia berbeda, sungguh berbeda.
Kini aku
mengerti, dari sini aku bisa memulai kembali. Menata setiap keping rasa,
menyatukannya menjadi apa yang seharusnya ada. Sesuatu itu baru, potongan itu
baru, dan semuanya menjadi baru. Aku, bisa memulai. memulai melupakanmu,
memulai mengikhlaskanmu, dan memulai mencari, mencari yang jauh lebih baik
darimu.
Terus memperbaiki diri itu upaya memperbaiki jodoh,
Allah yang mengatur
LabibaNida
18 Juli 2013
@08:05